Beranda | Artikel
Ceramah Tentang Puasa: Targhib Ramadhan
Jumat, 3 Mei 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Abuz Zubair Hawary

Ceramah Tentang Puasa: Targhib Ramadhan merupakan rekaman kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. dan disiarkan secara langsung dari Cipanas, Cianjur pada Sabtu, 15 Sya’ban 1440 H / 20 April 2019 M.

Ceramah Tentang Puasa: Targhib Ramadhan

Alhamdulillah teman-teman sekalian, kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dimana kita berkumpul dan tema pada malam hari ini Insya Allah itu tentang tarhib Ramadhan. Karena kita sebentar lagi insyaAllah akan kedatangan tamu yang luar biasa mulia. Bulan yang agung, bulan yang diturunkan padanya Al-Qur’anul Karim. Maka selayaknya kita kaum Mukminin, dengan kedatangan bulan ini merasa gembira.

Kedatangan bulan ini adalah merupakan kesempatan emas yang Allah ingin berikan kepada kita untuk menggugurkan dosa-dosa kita. Karena bulan Ramadhan Allah Subhanahu wa Ta’ala syariatkan karena adanya hikmah-hikmah yang agung sekali. Diantara hikmah dari bulan Ramadhan adalah melatih kesabaran.

Melatih kesabaran kita untuk menahan dari sesuatu yang bisa membatalkan puasa. Kesabaran yang dimaksud di sini yaitu kesabaran yang bersifat badan kita. Dimana kita sabar untuk tidak makan, kita sabar untuk kita tidak minum, kita sabar untuk menahan syahwat, jima’. Ini sebetulnya kesabaran yang bisa dikatakan yang paling rendah. Karena para ulama mengatakan bahwa sabar itu ada tiga tingkatan; tingkatan yang pertama adalah sabar dalam rangka menaati Allah Subhanahu wa Ta’ala, tingkatan yang kedua adalah sabar untuk meninggalkan kemaksiatan, kemudian yang terakhir yaitu sabar dalam menghadapi musibah, lapar, haus, dahaga.

Hikmah Puasa

Maka kenapa Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan hamba-hambaNya untuk lapar selama sebulan disiang hari? Karena disana ada hikmah-hikmah yang luar biasa juga. Apa itu?

Yang pertama, sebelas bulan kita sudah makan, minum, makan, minum. Sementara Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan bahwasanya seburuk-buruk bejana untuk dipenuhi adalah perut. Kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ

“Tidaklah anak Adam memenuhi bejana yang lebih buruk daripada perutnya sendiri.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad)

Bayangkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan bahwa bejana yang paling buruk untuk dipenuhi adalah perutnya sendiri. Kenapa? Dari makanan itu banyak penyakit-penyakit, belum lagi racun dan yang lainnya. Maka ini hikmah yang bersifat fisik. Allah ingin bersihkan badan kita. Dikeluarkan toksin-toksin, racun-racun dari tubuh kita. Tentunya insyaAllah memberikan juga kesehatan dan kekuatan didalam puasa kita.

Makanya di Jepang sedang berjamuran rumah puasa untuk pengobatan pengeluaran toksin dari dalam tubuh. Dimana mereka di rumah tersebut berpuasa dari semenjak terbit fajar sampai terbenam matahari.

Yang kedua, hikmah yang agung yaitu bagaimana mensucikan hati kita dengan puasa. Karena dengan kita berpuasa di bulan Ramadhan, disetiap hari kita berpuasa, di malam hari kita shalat tarawih. Maka dengan seperti itu MasyaAllah memberikan kesucian hati kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika menyebutkan tentang kewajiban bulan Ramadhan, Allah menyebutkan hikmahnya yang agung.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿١٨٣﴾

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (QS. Al-Baqarah[2]: 185)
Allah menyebutkan di sini, “agar kalian bertakwa.”

Subhanallah. Taqwa adalah tujuan paling agung deri puasa. Dimana hakikat taqwa itu adalah kekuatan jiwa untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. MasyaAllah, Subhanallah. Orang yang bertaqwa ini diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala banyak sekali keistimewaan. Maka untuk supaya sampai kepala derajat taqwa ini Allah syariatkan puasa Ramadhan.

Kita berpuasa sebulan penuh, Subhanallah.. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَا مِثْلَ لَهُ

“Hendaknya kamu beribadah puasa karena ibadah puasa itu tidak ada tandingannya.” (HR. An-Nasa’i)

Bagaimana maksudnya tidak ada tandingannya? karena di dalam puasa terdapat kesabaran sementara pahala sabar tidak ada batasannya. Bukankah Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ ﴿١٠﴾

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar[39]: 10)

MasyaAllah.. Amalan yang lain ditulis oleh Allah 10 sampai 700 kali lipat. Sedangkan untuk puasa, tidak.

Ini hikmah yang sangat agung sekali. Membentuk ketakwaan itu bukan perkara yang mudah. Membentuk ketakwaan butuh kepada, kekuatan jiwa dan hati. Dan untuk membentuk jiwa yang taqwa ini harus dengan menyusahkan diri dulu. Bayangkan sebulan penuh puasa, hasilnya luar biasa. Memang segala sesuatu harus susah dulu. Apalagi untuk mendapatkan surga Allah Subhanahu wa Ta’ala. Untuk membentuk jiwa taqwa memang harus dipaksa hati kita ini.

Memang sudah sunnahtullah untuk mendapatkan kesenangan harus disertai dengan kesusahan dulu. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala syariatkan bulan Ramadhan ini. Puasa 30 hari atau kurang 1 hari. Menyusahkan diri kita untuk berpuasa demi untuk membeningkan hati kita supaya hati kita lebih indah dari mutiara. Supaya hati kita berkilau dengan cahaya iman. Subhanallah.

Saudara-saudaraku, bukankah ini sebuah hikmah yang luar biasa sekali dalam kehidupan kita? Karena kesempurnaan manusia bukan dengan banyak makan, saudaraku. Orang yang banyak makan saya yakin badannya banyak penyakit.

Lihat orang-orang yang pengen sehat. Ternyata mereka harus diet. Untuk diet, makannya harus dikurangi. Biasa makan tiga piring, dikurangi setengah piring. Tidak boleh makan ini, ini, ini, menahan diri supaya badannya tetap bugar, ramping, enak. Ternyata supaya itu saja kita harus menyiksa diri. Apalagi untuk mendapatkan predikat taqwa, nggak bisa sembarangan.

Makanya ketika saya kemarin najak, saya berfikir, “Ya Allah, ini nanjak setinggi ini kita berusaha capek-capek untuk bisa nanjak. Kenapa kita tidak berusaha capek untuk mendapatkan surga Allah Subhanahu wa Ta’ala?” Terkadang ada orang yang gowes yang tujuan pertamanya untuk sehat, bisa ibadah. Tapi lama-lama malah tujuan utamanya malah gowesnya, bukan ibadahnya.

Gowes sehari, dua hari kuat, tahajudnya lewat, baca Qur’annya mana, katanya tujuannya mau ibadah? Ternyata tidak ada hasilnya. Ini juga bahaya. Berarti melenceng dari tujuan.

Saudara-saudaraku sekalian,

Jadi, puasa Ramadhan, Allah Subhanahu wa Ta’ala syariatkan kepada kita ini sesuatu yang memang untuk kebaikan kita. Allah sayang kepada hambaNya terkadang dengan cara nyusahin dikit. Nabi Yusuf ‘Alaihish Shalatu was Salam kurang taqwa bagaimana lagi? Allah sayang kepada Nabi Yusuf. Allah ingin menyelamatkan Nabi Yusuf dari fitnah para wanita bangsawan. Caranya bagaimana? Dipenjara di bawah tanah bertahun-tahun. Akhirnya selamat Nabi Yusuf dari fitnah. Allah sayang kepada Nabi Yusuf.

Terkadang Allah sayang kepada hamba dengan cara nyusahin dulu. Tujuannya supaya dia mau sadar kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Makanya ulama Salaf terdahulu ada yang berkata begini, “Kami dahulu ketika ditimpa kesusahan, kami bisa sabar. Tapi ketika kami ditimpa kesenangan kami tidak bisa sabar.”

Iya, dengan kesenangan kita jadi manja. Orang yang terbiasa senang, terbiasa enak, sehingga ibadah yang berat sedikit saja terkadang mengeluh.  Ini adalah akibat tidak sabar disaat diberikan kesenangan.

Simak penjelasan lengkap di link menit-14:40

Download MP3 Ceramah Tentang Puasa: Targhib Ramadhan


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/47089-ceramah-tentang-puasa-targhib-ramadhan/